LG Energy Solution Mundur, Pemerintah Pastikan Proyek Baterai EV Tetap Jalan, Huayou Cobalt Siap Ambil Alih

Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI, Mukhtarudin, mengakui bahwa mundurnya LG menjadi tantangan tersendiri. Namun, ia menegaskan bahwa hal ini tidak menghentikan potensi pengembangan industri baterai di tanah air.

LG Energy Solution Mundur, Pemerintah Pastikan Proyek Baterai EV Tetap Jalan, Huayou Cobalt Siap Ambil Alih
ILUSTRASI. LG Energy Solution asal Korea Selatan. Foto: Ist/ LG Energy Solution

Jakarta – Perusahaan asal Korea Selatan, LG Energy Solution, resmi menarik diri dari proyek besar rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia senilai Rp142 triliun, atau dikenal sebagai Indonesia Grand Package. Meski demikian, pemerintah memastikan bahwa proyek strategis nasional ini tetap berjalan sesuai rencana awal.

Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI, Mukhtarudin, mengakui bahwa mundurnya LG menjadi tantangan tersendiri. Namun, ia menegaskan bahwa hal ini tidak menghentikan potensi pengembangan industri baterai di tanah air.

“Apalagi, kan Pak Menteri ESDM telah menegaskan bahwa meski LG mundur, proyek EV tetap jalan,” ujar Mukhtarudin, Rabu (23/4).

Mukhtarudin yang juga anggota Komisi VII DPR RI menekankan pentingnya mengoptimalkan kemitraan dengan perusahaan asal Tiongkok, Huayou Cobalt, yang kini menggantikan posisi LG dalam proyek ini. Ia menyebut percepatan proyek Huayou, khususnya di Weda Bay, Maluku Utara, menjadi solusi prioritas. Proyek tersebut mencakup pembangunan fasilitas pengolahan nikel dan produksi bahan baterai, dan diperkirakan menyerap 52.000 tenaga kerja.

Ia juga menyoroti pentingnya transfer teknologi dari Huayou untuk memperkuat kapabilitas dalam negeri, khususnya teknologi hidrometalurgi yang lebih ramah lingkungan, serta mendorong integrasi dengan rantai pasok lokal untuk memenuhi regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Lebih jauh, Mukhtarudin meminta pemerintah mengevaluasi iklim investasi di Indonesia, mengingat “lingkungan investasi” disebut-sebut sebagai salah satu alasan LG hengkang.

“Pemerintah harus mengatasi hambatan seperti birokrasi, ketidakpastian regulasi, dan infrastruktur yang belum mendukung, serta memastikan pasokan energi bersih untuk industri,” tegasnya.

Ia juga mengusulkan penguatan pasar domestik untuk kendaraan listrik agar tidak terlalu bergantung pada pasar global yang fluktuatif. Salah satu langkahnya adalah perluasan subsidi pembelian kendaraan listrik, dengan target 2,5 juta motor listrik dan 600.000 mobil listrik hingga 2030.

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan bahwa secara keseluruhan, rencana pembangunan proyek Indonesia Grand Package tidak berubah.

“Secara konsep, pembangunan dari Grand Package ini tidak ada yang berubah. Infrastruktur dan rencana produksi tetap sesuai dengan peta jalan awal,” kata Bahlil.

Ia menambahkan bahwa perubahan hanya terjadi pada pihak investor. Posisi LG kini digantikan oleh Huayou Cobalt, yang bekerja sama dengan sejumlah BUMN Indonesia.

Dengan kemitraan strategis baru ini, pemerintah dan DPR RI berharap Indonesia tetap bisa merealisasikan ambisinya menjadi pusat industri baterai kendaraan listrik dunia.

Ikuti Nusapaper.com di Google News untuk mendapatkan berita terbaru.